Ya, tokoh di gambar tersebut adalah Raden Mas Ontowiryo
atau yang kita kenal sebagai Pangeran Diponegoro. Pangeran Diponegoro merupakan
putra dari Sultan Hamengkubuwono III .Pangeran
Diponegoro melakukan perlawanan terhadap Pemerintah Hindia Belanda berkisar
pada tahun 1825 hingga 1830. Perlawanan besar-besaran tersebut sering kita
kenal dengan ‘Perang Jawa’.
Konflik
Pangeran Diponegoro dimulai saat Pemerintah Kolonial Belanda memasuki Yogyakarta.
Pemerintah Kolonial Belanda akan melancarkan sarana transportasi dan militer di
Yogyakarta. Hal tersebut menyebabkan digusurnya beberapa lahan. Daerah
Kesultanan Yogyakarta semakin sempit akibat perlakuan Pemerintah Kolonial
Belanda tersebut.
Ada
beberapa perlakuan Kolonial Belanda yang sangat menganggu Kesultanan
Yogyakarta, seperti 1.Kerja Rodi yang
menyengsarakan rakyat ditambah dengan diterapkannya beberapa pajak.2.Kolonial
Belanda ikut campur dalam Kesultanan Yogyakarta.3.Masuknya budaya Barat yang
meresahkan rakyat.4.Beberapa pejabat Kesultanan Yogyakarta berpihak pada
Kolonial Belanda.5.Dibongkarnya makam leluhur Pangeran Diponegoro.
Pangeran
Diponegoro menentang perlakuan tersebut namun Pangeran Diponegoro memilih diam,
mengasingkan diri dan menetap di Desa Tegalrejo Yogyakarta. Disinilah Pangeran
Diponegoro mulai menyusun taktik untuk melakukan perlawanan terhadap Kolonial
Belanda. Puncak kemarahan Pangeran Diponegoro adalah
saat dimana Kolonial Belanda akan membongkar makam leluhur nya di Desa
Tegalrejo. Residen Belanda A.H Smisaert sebenarnya sudah mengundang Pangeran
Diponegoro untuk melakukan perundingan dengannya namun hal tersebut ditolak
oleh Pangeran Diponegoro. Tiba-tiba dengan seenaknya Kolonial Belanda memasang
patok-patok di sekitar desa. Warga tidak terima dengan perlakuan tersebut.
Pangeran Diponegoro memerintahkan orang-orang untuk mencabut patok tersebut.
Kolonial Belanda merasa diremehkan, mereka berusaha menangkap Pangeran
Diponegoro. Pada tanggal 20 Juli 1825 Kolonial Belanda mulai melancarkan
serangan. Kolonial Belanda mengepung Desa Tegalrejo. Serangan mendadak Kolonial
Belanda menyebabkan Pangeran Diponegoro harus pindah.
Pangeran Diponegoro sampai ke Gua Selarong di Dusun
Kentolan Lor Pajangan Bantul dan menjadikannya sebagai markas untuk menyusun
strategi. Saat menghadapi Belanda, Pangeran Diponegoro menggunakan strategi
gerilya. Strategi ini terbukti ampuh karena membuat Belanda kewalahan. Pasukan
Belanda terdesak hingga ke daerah Pacitan. Pangeran Diponegoro tidak berjuang sendiri,
banyak dukungan dan bantuan dari beberapa pihak bansawan salah satunya adalah
Sentot Prawirodirjo.
Pangeran Diponegoro melakukan serangan besar-beseran pada
saat musim penghujan. Hujan deras menghambat pergerakan pasukan Belanda. Pada
saat itu banyak pasukan Belanda terserang penyakit disentri dan malaria.
Belanda mulai menerpkan strategi benteng stelsel dan
mengerahkan mata-mata untuk mendapatkan informasi guna menyusun strategi.
Belanda membangun benteng-benteng di daerah-daerah. Belanda membangun
gudang-gudang mesiu di dasar jurang dan
di hutan-hutan. Mesiu dan peluru terus diproduksi saat peperangan.
Pada tahun 1828, Kiai Mojo slah satu pendukung Pangeran
Diponegoro berahsil ditangkap oleh Belanda dan ddiasingkan ke Minahasa sampai
wafatnya. Setahun kemudian, Sentot Prawirodirjo menyerah kepada Belanda dan
bersama pasukannya dikirim ke Sumatera Barat untuk memadamkan perlawanan Tuanku
Imam Bonjol. Namun Sentot Prawirodirjo akhirnya ditangkap karena pasukannya
malah memihak kepada Tuanku Imam Bonjol. Sentot Prawirodirjo diasingkan ke
Bengkulu hingga akhir hayatnya.
Perlawanan mulai melemah, pada tanggal 25 maret 1830
Pangeran Diponegoro ditangkap di Magelang. Belanda dengan liciknya menangakap
Pangeran Diponegoro saat melakukan perundingan dengan Jenderal De Kock.
Pangeran Diponegora diasingkan di Sulawesi, tepatnya di Makassar. Hal ini
merupakan akhir dari Perang Jawa yang terjadi selama kurun waktu 5 tahun. Pada
tanggal 8 januari 1855 Pangeran Diponegoro wafat dan dimakamkan di Makassar, tepatnya di Jalan Diponegoro, Kelurahan Melayu, Kecamatan
Wajo, sekitar empat kilometer sebelah utara pusat Kota Makassar.
Perang Jawa ini merupakan perang yang sangat menyusahkan
bagi pihak Belanda. Menghabiskan dana yang paling banyak. Dan menewaskan banyak
korban di berbagai pihak. 200.000 jiwa meninggal, 8000 pasukan Belanda tewas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar